Polemik empat pulau yang disengketakan Aceh dan Sumatera Utara kembali memanas. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) turut angkat bicara, memberikan pandangannya berdasarkan kesepakatan Helsinki 2005.
Perjanjian Helsinki 2005 dan Batas Wilayah Aceh
JK menegaskan, perjanjian damai Helsinki 2005 merujuk pada batas wilayah Aceh per 1 Juli 1956. Pasal 114 (mungkin Bab I, ayat I titik 4) MoU Helsinki menyebutkan hal tersebut secara eksplisit.
Pada tahun 1956, Presiden Soekarno mengesahkan UU pembentukan Provinsi Aceh, memisahkannya dari Sumatera Utara pasca pemberontakan. Ini mengukuhkan status Aceh sebagai entitas terpisah, bukan sekadar bagian dari Sumatera Utara.
Menurut JK, Aceh sebelumnya merupakan daerah residen di bawah Sumatera Utara. Pembentukan provinsi Aceh pada 1956 menjadi titik balik yang krusial.
Empat Pulau Milik Aceh Secara Historis dan Formal
Berdasarkan perundingan Helsinki dan sejarah pembentukan Provinsi Aceh, JK menyatakan empat pulau yang disengketakan berada dalam wilayah Kabupaten Singkil, Aceh. Secara historis dan formal, pulau-pulau tersebut masuk wilayah Aceh.
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang memicu polemik ini dinilai JK tidak sah. Undang-Undang, menurutnya, berada di atas Keputusan Menteri, sehingga Kepmen tidak bisa mengubah UU.
JK menambahkan, perundingan Helsinki tidak membahas peta wilayah secara detail, melainkan fokus pada penetapan batas wilayah Aceh. Hal ini penting untuk dipahami dalam konteks penyelesaian sengketa.
Tanggapan Terhadap Usulan Pengelolaan Bersama dan Kesimpulan
JK menghormati pertimbangan Mendagri Tito Karnavian terkait Kepmen tersebut, yang mungkin didasarkan pada efisiensi dan jarak geografis.
Namun, JK mengingatkan pentingnya mempertimbangkan aspek historis. Warga pulau-pulau tersebut selama ini membayar pajak ke Singkil, Aceh, bukan Sumatera Utara.
Terkait usulan pengelolaan sumber daya alam bersama, JK menegaskan hal itu tidak mungkin dilakukan. Apalagi, menurutnya, hingga saat ini pulau-pulau tersebut belum memiliki sumber daya alam yang signifikan.
Kesimpulannya, JK menekankan pentingnya merujuk pada perjanjian Helsinki 2005 dan sejarah pembentukan Provinsi Aceh untuk menyelesaikan sengketa empat pulau tersebut. Aspek historis dan legalitas UU harus diutamakan di atas pertimbangan administratif semata.