Eks Kapolres Ngada Terancam TPPO & Kejahatan Transnasional

Eks Kapolres Ngada Terancam TPPO & Kejahatan Transnasional
Sumber: Kompas.com

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma, memasuki babak baru. Berkas perkara telah dilimpahkan penyidik Polda NTT kepada Kejaksaan Tinggi NTT pada Selasa, 10 Juni 2025. Langkah ini disambut positif oleh berbagai pihak, namun juga menjadi sorotan atas berbagai kekurangan dalam proses hukum sebelumnya.

Proses hukum yang sempat terkatung-katung dan minim transparansi menimbulkan kekhawatiran publik. Ketidakpuasan juga muncul karena Fajar belum dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), meskipun tindakannya dinilai memenuhi unsur TPPO. Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT dan pihak pendamping korban pun menyuarakan keprihatinan mereka.

Pelimpahan Berkas Perkara ke Kejaksaan Tinggi NTT

Pelimpahan berkas perkara AKBP Fajar ke Kejaksaan Tinggi NTT menandai kemajuan signifikan dalam upaya penegakan hukum. Koordinator APPA NTT, Asti Laka Lena, menilai ini sebagai langkah baik dalam memberikan keadilan bagi korban.

Namun, Asti menekankan pentingnya penggunaan pasal-pasal pidana yang berat, termasuk pasal dalam UU TPPO dan kejahatan transnasional, untuk memastikan keadilan yang setimpal. Hal ini mengingat betapa rentannya perempuan dan anak-anak di NTT terhadap kejahatan seksual, bahkan dari pihak yang seharusnya melindungi mereka.

Ketidakpuasan Publik dan Tuntutan Jerat Pasal TPPO

Publik dan korban merasa proses hukum yang berlangsung belum cukup memuaskan. Kasus ini dinilai kurang transparan dan sempat terkatung-katung.

Ketidakpuasan utama terletak pada kegagalan untuk menjerat Fajar dengan pasal TPPO, padahal tindakannya telah memenuhi unsur kejahatan tersebut. APPA NTT secara tegas mendesak agar polisi menjerat Fajar dengan pasal TPPO dan kejahatan transnasional.

Tekanan Psikis Korban dan Keluarga

Keluarga korban mengalami tekanan psikis yang berat. Veronika Ata, pendamping korban, mengungkapkan perlunya negara tidak hanya fokus pada hukuman pelaku, tetapi juga memberikan perlindungan dan pemulihan menyeluruh kepada korban.

Pemulihan ini meliputi aspek psikis, sosial, dan ekonomi korban, agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan normal pasca-trauma. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum, sangat krusial dalam proses pemulihan ini.

Penahanan AKBP Fajar dan Langkah Hukum Selanjutnya

AKBP Fajar saat ini ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kupang selama 20 hari, terhitung sejak 10 Juni 2025. Penahanan ini merupakan bagian dari proses hukum yang sedang berjalan.

Kejaksaan Tinggi NTT telah menjerat AKBP Fajar dengan pasal berlapis. Proses persidangan selanjutnya akan menentukan hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya. Publik berharap agar proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

Proses hukum terhadap AKBP Fajar masih berlanjut. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan transparan terhadap pelaku kekerasan seksual, terlebih jika pelakunya berasal dari aparat penegak hukum. Perlindungan dan pemulihan bagi korban juga menjadi hal yang tak kalah penting dan harus diprioritaskan. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran berharga bagi penegakan hukum di Indonesia dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *