Anemia pada remaja putri di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan yang perlu diatasi. Angka prevalensi anemia yang cukup tinggi menjadi perhatian serius, mengingat dampaknya terhadap kesehatan dan perkembangan remaja. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah gencar mengkampanyekan konsumsi tablet tambah darah (TTD).
Namun, sosialisasi dan edukasi yang efektif diperlukan agar program ini berjalan optimal. Banyaknya misinformasi tentang efek samping TTD juga menjadi hambatan tersendiri.
Edukasi dan Sosialisasi Konsumsi Tablet Tambah Darah di Sekolah
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan pentingnya edukasi di sekolah mengenai manfaat dan cara konsumsi TTD yang tepat. Sosialisasi masif perlu dilakukan untuk membantah hoaks yang beredar.
Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K) dari IDAI, menjelaskan pentingnya meyakinkan remaja putri bahwa mengonsumsi TTD aman dan tidak selalu menyebabkan mual.
Sekolah berperan penting dalam memberikan informasi akurat tentang waktu konsumsi TTD yang ideal, yaitu 1-2 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Hal ini untuk memastikan penyerapan zat besi berjalan optimal.
Strategi Efektif Memantau Konsumsi TTD di Sekolah
Selain edukasi, pemantauan konsumsi TTD juga krusial. Sekolah dapat memanfaatkan grup percakapan online untuk mengingatkan siswi agar rutin mengonsumsi TTD.
Guru dapat memberikan pengingat melalui grup tersebut, misalnya di pagi hari setelah sarapan atau sebelum memulai pelajaran. Hal ini dapat meningkatkan kepatuhan konsumsi TTD.
Inisiatif ini membutuhkan kerjasama aktif antara guru, orang tua, dan pihak sekolah. Komunikasi yang baik akan memastikan keberhasilan program.
Peran Pemerintah dan Data Anemia di Indonesia
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, telah menjalankan program pemberian TTD pada remaja putri SMP dan SMA. Program ini merupakan bagian dari upaya pencegahan stunting dan peningkatan kualitas hidup perempuan.
Pemberian TTD dilakukan secara rutin, sekali seminggu, sepanjang tahun. Kerjasama antara puskesmas, Kementerian Pendidikan, dan sekolah menjadi kunci keberhasilan program ini.
Data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi anemia pada remaja usia 15-24 tahun sebesar 15,5 persen, dan pada kelompok usia 5-14 tahun mencapai 16,3 persen. Angka ini menjadi bukti pentingnya program pencegahan anemia.
Remaja putri kehilangan zat besi cukup signifikan selama menstruasi, sekitar 12,5-15 miligram per bulan. Konsumsi TTD membantu mengganti kekurangan zat besi tersebut.
Dengan memahami pentingnya edukasi, pemantauan, dan kerjasama antar lembaga, diharapkan program pemberian TTD dapat berjalan efektif dan berhasil menurunkan angka anemia pada remaja putri di Indonesia. Upaya ini akan berkontribusi pada peningkatan kesehatan dan kualitas hidup generasi muda.
Ke depannya, perlu dilakukan evaluasi berkala terhadap program ini untuk melihat dampaknya dan melakukan penyesuaian jika diperlukan. Sosialisasi yang lebih intensif dan melibatkan berbagai pihak, seperti media dan tokoh masyarakat, juga sangat penting untuk memastikan pesan kesehatan tersampaikan dengan efektif kepada seluruh lapisan masyarakat.