Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memutuskan untuk tetap memberlakukan sanksi penghentian sementara terhadap platform World App. Keputusan ini diambil setelah proses klarifikasi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap aktivitas pengumpulan data biometrik iris melalui platform World ID. Platform tersebut, hingga saat ini, masih belum diizinkan beroperasi di Indonesia.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kominfo, Alexander Sabar, menyatakan bahwa sanksi tersebut merupakan langkah preventif untuk melindungi masyarakat dari risiko pengumpulan data biometrik iris. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari temuan pelanggaran terhadap ketentuan hukum nasional.
“Tetap diberlakukan suspend. Sanksi tersebut merupakan langkah preventif yang diambil untuk melindungi masyarakat dari risiko pengumpulan data biometrik iris dan merupakan tindak lanjut proses klarifikasi dan pemeriksaan menyeluruh,” ujar Alexander, seperti dikutip dari laman resmi Kominfo pada Senin (16/6).
World App, yang dikelola oleh Tools For Humanity (TFH) dan mitranya di Indonesia, PT Sandina Abadi Nusantara (PT SAN), dinilai melanggar ketentuan perlindungan data pribadi dan kewajiban administratif sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang sah. Evaluasi teknis yang dilakukan Kominfo menemukan adanya pelanggaran dalam dokumen, sistem, dan mekanisme yang digunakan TFH.
Kominfo juga menyoroti aspek etika dalam proses pengumpulan data, khususnya yang menyasar kelompok rentan. Kelompok ini meliputi anak-anak dan remaja, lansia, penyandang disabilitas, masyarakat dengan literasi digital rendah, dan mereka yang berada di wilayah terpencil atau dengan akses informasi terbatas. “Kelompok ini mencakup antara lain anak-anak dan remaja, lansia, penyandang disabilitas, masyarakat dengan tingkat literasi digital rendah, serta mereka yang berada di wilayah terpencil atau dengan akses informasi terbatas,” jelas Alexander.
Tuntutan Kominfo terhadap TFH dan PT SAN
Sebagai bentuk penegakan regulasi, Kominfo menuntut TFH dan PT SAN untuk melakukan empat hal berikut:
- Penghentian aktivitas pengumpulan data pemindaian iris, serta pemrosesan data iris (termasuk data yang telah di-hash) yang sebelumnya dilakukan terhadap masyarakat Indonesia.
- Penghapusan permanen terhadap seluruh iris code dan data/kode terenkripsi lainnya yang berasal dari warga negara Indonesia dan tersimpan di perangkat pengguna.
- Rekomendasi perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola data pribadi, sistem keamanan data, serta prosedur operasional yang menjamin tidak ada data anak diproses di masa mendatang.
- Kepatuhan penuh terhadap regulasi nasional sebagai syarat mutlak untuk melanjutkan operasional bisnis di Indonesia.
Kominfo menekankan pentingnya perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola data pribadi, sistem perlindungan data, dan prosedur operasional TFH. Perusahaan wajib menjamin tidak adanya data anak yang diproses jika ingin melanjutkan kegiatan bisnis di Indonesia. “Kami juga memberikan rekomendasi perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola data pribadi, sistem perlindungan data, dan prosedur operasional TFH. Termasuk kewajiban menjamin bahwa tidak terdapat data anak yang diproses apabila TFH hendak melanjutkan kegiatan bisnis di Indonesia,” tegas Alexander.
Kelangsungan aktivitas TFH di Indonesia bergantung pada komitmen nyata perusahaan untuk mematuhi regulasi nasional dan menunjukkan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Kominfo menegaskan komitmennya untuk menjaga ruang digital Indonesia agar tetap aman, adil, dan bertanggung jawab.
“Kami senantiasa berkomitmen untuk menjaga ruang digital Indonesia agar tetap aman, adil, dan bertanggung jawab melalui kegiatan pengawasan di ruang digital,” pungkas Alexander.
Informasi Tambahan: Kasus ini menyoroti pentingnya regulasi yang ketat terkait pengumpulan dan penggunaan data biometrik, khususnya data sensitif seperti iris scan. Perlindungan data pribadi dan keamanan informasi menjadi isu krusial di era digital saat ini. Ke depan, diharapkan adanya peningkatan pengawasan dan edukasi publik agar masyarakat lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan data pribadi.
Selain itu, perlu ditekankan bahwa pengembangan teknologi harus selaras dengan prinsip etika dan hukum yang berlaku. Perusahaan teknologi internasional yang beroperasi di Indonesia wajib mematuhi regulasi setempat dan memprioritaskan perlindungan data pengguna Indonesia. Kasus World App ini menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan teknologi lainnya untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan prinsip etika dalam pengelolaan data.