Raksasa teknologi di Silicon Valley berlomba-lomba mengembangkan perangkat canggih yang diprediksi akan menjadi pengganti smartphone: kacamata pintar berbasis kecerdasan buatan (AI). Google, Meta, Amazon, Apple, dan Snap memimpin perlombaan ini, menginvestasikan sumber daya besar untuk menciptakan kacamata pintar yang mampu melihat dan menjawab pertanyaan pengguna secara real-time.
Dorongan utama di balik pengembangan ini adalah stagnasi penjualan smartphone dan potensi besar AI. Perusahaan-perusahaan teknologi percaya bahwa smartphone tidak lagi cukup menarik bagi konsumen untuk melakukan upgrade rutin, sehingga mereka mencari perangkat keras baru untuk memanfaatkan kemajuan AI. Kacamata pintar dilihat sebagai perangkat yang ideal untuk merealisasikan potensi tersebut.
Google pernah mencoba peruntungan dengan Google Glass pada tahun 2012, namun gagal di pasaran. Kegagalan ini dikaitkan dengan peluncuran yang terlalu dini, sebelum teknologi AI dan perangkat keras cukup matang. Namun, kemajuan pesat AI belakangan ini, khususnya dalam kemampuan memproses gambar, video, dan suara secara simultan, membuka peluang baru bagi kacamata pintar.
Jitesh Ubrani dari The International Data Corporation (IDC) menjelaskan, “AI membuat perangkat-perangkat ini jauh lebih mudah digunakan, dan juga memperkenalkan cara-cara baru bagi orang untuk menggunakannya.” Model AI modern mampu menjawab pertanyaan yang kompleks, menjadikan kacamata pintar lebih fungsional dan menarik bagi konsumen.
Secanggih Apa Kacamata Pintar Masa Kini?
Generasi kacamata pintar terbaru jauh lebih canggih daripada pendahulunya. Meskipun perusahaan-perusahaan seperti Google, Snap, Meta, dan Amazon sebelumnya telah merilis kacamata dengan kamera, speaker, dan asisten suara (seperti Amazon Echo Frames, Meta Ray-Ban Stories, dan Snap Spectacles), fungsionalitasnya terbatas.
Kacamata pintar modern, seperti Meta Ray-Ban AI, menawarkan fitur yang jauh lebih impresif. Pengguna dapat, misalnya, menanyakan detail suatu objek yang dilihat (misalnya, apakah lada di toko kelontong pedas), atau menerjemahkan percakapan antar bahasa secara real-time. Keberhasilan Meta Ray-Ban AI, dengan penjualan 2 juta unit sejak diluncurkan pada 2023, menunjukkan potensi pasar yang besar. Andrew Zignani, Direktur Riset Senior ABI Research, menyatakan, “Sudah bertahun-tahun upaya [mengembangkan kacamata pintar] itu gagal. Tapi, sekarang akhirnya ada beberapa konsep baik yang berhasil.”
Prediksi Pasar dan Persaingan Sengit
Prediksi pasar menunjukkan pertumbuhan eksponensial untuk kacamata pintar. ABI Research memperkirakan pengiriman kacamata pintar akan melonjak dari 3,3 juta unit pada 2024 menjadi hampir 13 juta pada 2026. IDC juga memperkirakan angka yang serupa, dengan proyeksi pertumbuhan dari 8,8 juta unit pada 2025 menjadi hampir 14 juta pada 2026.
Persaingan di pasar kacamata pintar semakin ketat. Apple dikabarkan tengah mengembangkan kacamata pintar mereka yang akan diluncurkan tahun depan, bersaing langsung dengan Meta. Amazon juga sedang mempertimbangkan kacamata Alexa dengan fitur kamera, mirip dengan yang ditawarkan Meta. Panos Panay, kepala divisi perangkat dan layanan Amazon, menyatakan, “Tapi saya pikir Anda bisa membayangkan, akan ada banyak perangkat AI yang akan datang.”
Aplikasi AI seperti ChatGPT dan Gemini sudah mulai memberikan dasar bagi kacamata pintar, memanfaatkan kamera smartphone untuk menjawab pertanyaan tentang lingkungan sekitar. Google juga menunjukkan komitmennya dengan rencana untuk memperluas penggunaan kamera dalam aplikasi pencariannya, sementara Apple meningkatkan alat Visual Intelligence untuk memungkinkan pengguna mengajukan pertanyaan tentang konten di layar iPhone dan lingkungan sekitar.
Mark Zuckerberg, CEO Meta, secara terbuka menyatakan keyakinannya pada masa depan kacamata pintar. Ia mengatakan, “Taruhan besar yang kami miliki di perusahaan ini adalah bahwa banyak cara orang berinteraksi dengan konten di masa depan akan semakin melalui berbagai medium AI, dan pada akhirnya melalui kacamata pintar dan hologram.”
Tantangan Besar dan Masa Depan Kacamata Pintar
Meskipun menjanjikan, pengembangan kacamata pintar menghadapi tantangan besar. Salah satunya adalah meyakinkan konsumen akan kegunaan dan kebutuhan akan perangkat ini dalam kehidupan sehari-hari. Masalah privasi, yang merupakan faktor utama kegagalan Google Glass, tetap menjadi perhatian utama.
Merekam video dengan kacamata pintar lebih tersembunyi daripada menggunakan smartphone, meskipun banyak model dilengkapi lampu indikator saat merekam. Tantangan terbesar adalah membuat kacamata pintar nyaman dipakai seharian dan terjangkau harganya. Kacamata Ray-Ban Meta saja berharga sekitar $300, jauh lebih murah dari Apple Vision Pro, namun tetap bisa menjadi penghalang bagi sebagian konsumen.
Penurunan penjualan smartwatch baru-baru ini juga menjadi sinyal peringatan. Konsumen mungkin lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang untuk perangkat teknologi tambahan yang dianggap tidak esensial. Namun, perusahaan teknologi tetap optimis, bersedia mengambil risiko untuk tidak ketinggalan tren teknologi besar berikutnya. Jitesh Ubrani menyimpulkan, “Banyak pihak di industri ini percaya bahwa smartphone pada akhirnya akan digantikan oleh kacamata atau sesuatu yang serupa… semua perusahaan ini ingin memastikan bahwa mereka tidak akan ketinggalan perubahan tersebut.”
Kesimpulannya, meskipun tantangan masih ada, masa depan kacamata pintar tampak cerah. Dengan kemajuan AI dan inovasi terus-menerus, kacamata pintar berpotensi menjadi perangkat teknologi utama di masa depan, menggantikan peran smartphone sebagai pusat interaksi digital dalam kehidupan sehari-hari.